FITU Media (Web-Blog Artikel & Bahan Ajar)
Selasa, 30 September 2025
Kuliah Zaman Now: Seberapa Efektif AI di Dunia Perkuliahan?
Sabtu, 27 September 2025
Kontribusi Riset Perguruan Tinggi pada Masyarakat
Abstrak
Penelitian merupakan salah satu pilar utama dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi yang memiliki kontribusi signifikan terhadap pembangunan bangsa. Artikel ini membahas peran strategis riset perguruan tinggi dalam memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat, baik dalam aspek inovasi, pemberdayaan, kebijakan publik, transformasi ekonomi, maupun transfer pengetahuan. Dengan pendekatan kualitatif deskriptif, artikel ini menegaskan bahwa riset perguruan tinggi bukan hanya bertujuan menghasilkan publikasi akademik, tetapi juga berimplikasi langsung pada peningkatan kesejahteraan sosial dan pembangunan berkelanjutan.
Kata kunci: Riset, Perguruan Tinggi, Inovasi, Pemberdayaan Masyarakat, Kebijakan Publik
Pendahuluan
Perguruan tinggi memiliki mandat besar melalui pelaksanaan Tri Dharma, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Di antara ketiga dharma tersebut, penelitian berfungsi sebagai wahana untuk menemukan, mengembangkan, dan menerapkan ilmu pengetahuan yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan nyata di masyarakat (Suryana, 2019). Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, riset merupakan instrumen penting dalam pembangunan bangsa, yang hasilnya dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran sekaligus menjadi dasar pengabdian kepada masyarakat.
Riset perguruan tinggi tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga aplikatif. Hal ini sesuai dengan paradigma research-based community service yang menekankan keterkaitan antara hasil penelitian dengan kebutuhan masyarakat (Hendayana, 2020). Oleh karena itu, riset diharapkan mampu menjembatani kesenjangan antara dunia akademik dengan praktik nyata dalam kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik.
Pembahasan
1. Riset sebagai Sumber Inovasi
Hasil penelitian perguruan tinggi menjadi landasan dalam melahirkan inovasi di berbagai bidang. Inovasi teknologi, kesehatan, pertanian, maupun pendidikan terbukti mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Nasution, 2021). Sebagai contoh, penelitian di bidang pertanian telah menghasilkan varietas unggul padi tahan hama dan efisien dalam penggunaan pupuk, yang berimplikasi pada peningkatan produktivitas dan ketahanan pangan.
2. Riset dalam Pemberdayaan Masyarakat
Penelitian berbasis community development memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses riset. Model penelitian partisipatif ini tidak hanya menghasilkan data akademik, tetapi juga meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola potensi lokal (Setiawan, 2020). Misalnya, riset pengolahan limbah organik menjadi kompos dan biogas telah membantu masyarakat desa mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil sekaligus meningkatkan kesadaran lingkungan.
3. Riset sebagai Dasar Kebijakan Publik
Kebijakan publik yang efektif membutuhkan landasan ilmiah. Perguruan tinggi, melalui penelitian, berkontribusi menyediakan data empiris dan analisis berbasis bukti (evidence-based policy) yang dapat membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan (Sulastri, 2018). Contoh konkret adalah riset epidemiologi yang mendukung kebijakan kesehatan masyarakat, terutama pada masa pandemi COVID-19.
4. Riset dan Transformasi Ekonomi
Riset juga memainkan peran penting dalam mendorong transformasi ekonomi. Kolaborasi antara perguruan tinggi dengan dunia industri menghasilkan inovasi produk dan jasa yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Hidayat, 2021). Hal ini sesuai dengan visi triple helix collaboration yang menekankan sinergi antara akademisi, pemerintah, dan sektor industri dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan.
5. Riset sebagai Media Transfer Pengetahuan
Publikasi ilmiah, seminar, konferensi, maupun forum masyarakat menjadi sarana transfer pengetahuan dari perguruan tinggi ke masyarakat. Melalui diseminasi hasil penelitian, masyarakat memperoleh pemahaman baru yang dapat diadaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, perguruan tinggi berperan sebagai agen pencerahan (agent of enlightenment) dalam pembangunan bangsa (Hendayana, 2020).
Kesimpulan
Kontribusi riset perguruan tinggi terhadap masyarakat bersifat multidimensional, meliputi inovasi, pemberdayaan, kebijakan publik, transformasi ekonomi, dan transfer pengetahuan. Penelitian tidak boleh dipandang sekadar sebagai kewajiban akademis, melainkan sebagai instrumen strategis dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, sinergi antara perguruan tinggi, pemerintah, industri, dan masyarakat harus diperkuat agar hasil riset benar-benar dapat dirasakan manfaatnya secara luas.
Daftar Pustaka
Hendayana, S. (2020). Penguatan Peran Riset dalam Pengabdian kepada Masyarakat. Jakarta: LIPI Press.
Hidayat, R. (2021). “Kolaborasi Triple Helix dalam Penguatan Inovasi Perguruan Tinggi.” Jurnal Inovasi dan Teknologi, 8(2), 55–67.
Nasution, F. (2021). Inovasi Teknologi dan Dampaknya terhadap Pembangunan Masyarakat. Medan: USU Press.
Setiawan, A. (2020). “Pendekatan Partisipatif dalam Penelitian Pengabdian Masyarakat.” Jurnal Pemberdayaan Sosial, 5(1), 33–47.
Sulastri, D. (2018). “Riset Akademik sebagai Basis Kebijakan Publik.” Jurnal Administrasi Negara, 12(1), 77–89.
Suryana, A. (2019). Pendidikan Tinggi dan Peranannya dalam Pembangunan Bangsa. Bandung: Alfabeta.
Selasa, 23 September 2025
Tukeran Gaji Penjabat dan Guru Tiap 4 Bulan: Sebuah Gagasan untuk Menguji Rasa Keadilan
Gaji sering menjadi cermin penghargaan negara terhadap profesi tertentu. Di Indonesia, realitas yang sering kita saksikan adalah adanya jurang yang lebar antara gaji seorang pejabat dengan gaji seorang guru. Padahal, jika ditelisik dari sisi kontribusi, guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang mencetak generasi, sedangkan pejabat adalah pelayan publik yang diberi mandat untuk mengelola jalannya pemerintahan. Namun, nyatanya penghargaan finansial kepada guru seringkali jauh dari layak, sementara pejabat mendapat fasilitas melimpah.
Maka, gagasan menarik: bagaimana jika gaji pejabat dan guru ditukar setiap empat bulan sekali? Gagasan ini memang terdengar satir, tetapi justru bisa menjadi bahan refleksi yang serius.
Argumen Mendukung Gagasan
1. Menguji Empati Pejabat
Dengan merasakan langsung hidup dengan gaji guru, pejabat akan benar-benar memahami bagaimana beratnya seorang pendidik mengatur keuangan. Dari cicilan rumah, biaya pendidikan anak, hingga kebutuhan sehari-hari yang sering kali jauh dari cukup. Empati tidak bisa lahir hanya dari pidato, tetapi dari pengalaman nyata.
2. Menghargai Peran Guru
Jika pejabat merasakan bahwa gaji guru tidak layak untuk menutup kebutuhan dasar, mereka akan terdorong untuk memperjuangkan kebijakan peningkatan kesejahteraan guru. Tukar gaji ini bukan hanya simbol, tetapi juga strategi menyadarkan bahwa pendidikan membutuhkan dukungan serius, bukan sekadar retorika.
3. Menekan Kesenjangan Sosial
Jurang antara gaji pejabat dan guru adalah gambaran kesenjangan sosial di masyarakat. Dengan sistem tukar, kesenjangan itu setidaknya diuji dan dipertanyakan kembali. Rakyat akan melihat bahwa pejabat juga “turun” merasakan realitas rakyat kecil, bukan hanya hidup dalam kenyamanan fasilitas negara.
Argumen Menolak Gagasan
1. Aspek Praktis dan Hukum
Secara administratif, gaji diatur oleh undang-undang dan peraturan pemerintah. Tukar-menukar gaji lintas profesi akan sulit diterapkan tanpa melanggar aturan hukum yang berlaku.
2. Efisiensi dan Profesionalitas
Gaji tinggi bagi pejabat sering dijustifikasi sebagai insentif agar mereka tidak tergoda korupsi. Jika gaji mereka dipangkas terlalu drastis, dikhawatirkan akan mengganggu integritas dan profesionalitas kerja. Meskipun argumen ini bisa diperdebatkan, tetapi tetap menjadi pertimbangan.
3. Potensi Populisme
Gagasan ini bisa saja hanya menjadi wacana populis tanpa solusi nyata. Yang dibutuhkan bukanlah sekadar menukar gaji, tetapi memperjuangkan kenaikan gaji guru secara berkelanjutan dengan basis kebijakan yang jelas.
Kesimpulan
Tukar gaji pejabat dan guru tiap empat bulan mungkin sulit direalisasikan secara teknis, namun gagasan ini mengandung nilai moral yang kuat: keadilan sosial. Ia mengajak kita berpikir ulang tentang bagaimana negara menghargai profesi guru yang sesungguhnya menjadi pondasi peradaban. Jika tukar gaji dianggap utopis, setidaknya ia bisa menjadi tamparan moral agar pemerintah lebih serius memperjuangkan kesejahteraan guru.
Karena sejatinya, bangsa ini tidak akan maju jika guru hanya dihargai dengan pujian, sementara pejabat terus bergelimang fasilitas.
Senin, 22 September 2025
Alam Takambang Jadi Guru: Filosofi Hidup Orang Minangkabau
Fahkrullah I Tama Umar, S.PdI., M.Pd
(Dosen & Praktisi Pendidikan)
Pendahuluan
Masyarakat Minangkabau dikenal memiliki filosofi hidup yang sarat makna dan kearifan lokal. Salah satu pepatah yang paling populer dan menjadi dasar pandangan hidup adalah “Alam Takambang Jadi Guru”. Pepatah ini secara harfiah berarti “alam yang terbentang luas menjadi guru.” Ia bukan hanya ungkapan, tetapi pandangan hidup yang mengajarkan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta dapat menjadi sumber ilmu, pedoman, dan inspirasi bagi manusia.
Makna Filosofis
Pepatah ini mengandung makna mendalam bahwa manusia harus belajar dari segala fenomena yang ada di sekitarnya. Alam tidak hanya dipandang sebagai tempat hidup, tetapi juga sebagai sumber pelajaran:
- Gunung yang kokoh mengajarkan keteguhan pendirian.
- Air yang mengalir melambangkan keluwesan dan kemampuan beradaptasi.
- Pohon yang berbuah memberi pelajaran tentang manfaat dan keberkahan jika kita memberi kepada sesama.
- Hewan yang hidup berkelompok mengingatkan arti kebersamaan dan saling tolong-menolong.
Dengan demikian, Alam Takambang Jadi Guru bukanlah sekadar peribahasa, melainkan prinsip hidup untuk terus belajar, menyesuaikan diri, serta mengambil hikmah dari setiap kejadian.
Relevansi dalam Kehidupan Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, pepatah ini memandu orang Minangkabau untuk:
- Menjunjung tinggi pendidikan – belajar tidak hanya di sekolah, tetapi juga dari pengalaman dan lingkungan.
- Menghormati alam – menjaga kelestarian lingkungan karena alam adalah guru yang harus dihormati, bukan dieksploitasi.
- Mengutamakan musyawarah – sebagaimana alam menunjukkan keseimbangan, masyarakat Minang menekankan mufakat dalam menyelesaikan persoalan.
- Beradaptasi di perantauan – orang Minang yang merantau belajar dari kondisi tempat baru, sehingga dapat bertahan dan bahkan sukses di tanah orang.
Nilai-Nilai Pendidikan
Pepatah ini juga memiliki makna pendidikan universal. Anak-anak diajarkan sejak dini untuk:
- Belajar dari kesalahan, sebagaimana hujan mengajarkan kesabaran, dan pelangi memberi harapan.
- Menghargai proses, karena sebagaimana biji menjadi pohon, manusia pun perlu waktu dan perjuangan untuk mencapai keberhasilan.
- Menjaga keseimbangan hidup, seperti siang dan malam yang silih berganti.
Penutup
Pepatah “Alam Takambang Jadi Guru” adalah mutiara kebijaksanaan Minangkabau yang menegaskan bahwa belajar tidak terbatas pada ruang kelas, tetapi berlangsung sepanjang hayat dengan menjadikan alam dan kehidupan sebagai sumber ilmu. Filosofi ini tetap relevan hingga kini, mengingatkan kita untuk senantiasa rendah hati, bijak, dan arif dalam menjalani kehidupan.
Rabu, 17 September 2025
Ki Hajar Dewantara: Sang Bapak Pendidikan yang Mulai Terlupakan
Fahkrullah I Tama Umar, S.PdI., M.Pd
(Dosen & Praktisi Pendidikan)
Ki Hajar Dewantara adalah sosok yang dalam sejarah Indonesia diberi gelar Bapak Pendidikan Nasional. Nama aslinya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta, dan wafat pada 26 April 1959. Melalui pemikiran dan perjuangannya, lahirlah dasar-dasar pendidikan nasional yang menekankan pada kebebasan belajar, keberpihakan pada rakyat kecil, serta pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Namun, seiring berjalannya waktu, sosok dan ajarannya seakan mulai terlupakan, hanya tinggal sekadar nama yang muncul setiap Hari Pendidikan Nasional.
Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Ada satu falsafah Ki Hajar yang begitu terkenal:
“Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.”
Artinya: di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan.
Ungkapan ini bukan hanya semboyan, tetapi arah pendidikan yang menekankan peran pendidik sebagai pemandu, bukan penguasa. Bagi Ki Hajar, pendidikan bukan sekadar memindahkan ilmu, melainkan membentuk karakter dan menumbuhkan rasa kebangsaan.
Perjuangan Melawan Kolonialisme
Dalam masa penjajahan Belanda, Ki Hajar Dewantara menentang sistem pendidikan yang diskriminatif. Hanya kalangan priyayi dan bangsawan yang berhak mendapatkan pendidikan, sedangkan rakyat kecil tidak memiliki kesempatan. Untuk melawan itu, Ki Hajar mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922. Melalui lembaga ini, ia membuka akses pendidikan bagi semua anak bangsa tanpa membedakan status sosial.
Mengapa Mulai Terlupakan?
Ironisnya, meski jasanya begitu besar, generasi muda kini lebih sering mengingat nama Ki Hajar Dewantara hanya sebatas tokoh sejarah dalam buku pelajaran. Ada beberapa faktor yang membuat ajaran beliau seakan terpinggirkan:
1. Pendidikan yang Semakin Pragmatis
Sistem pendidikan modern sering kali lebih berorientasi pada angka, nilai ujian, dan target kurikulum. Filosofi pendidikan Ki Hajar tentang kebebasan belajar dan pembentukan karakter justru jarang dihidupkan.
2. Kurangnya Integrasi Nilai Filosofis dalam Kurikulum
Sekolah memang masih mengajarkan siapa Ki Hajar Dewantara, tetapi lebih pada biografi singkat, bukan implementasi gagasan besarnya dalam kehidupan belajar.
3. Budaya Menghafal, Bukan Menghayati
Banyak siswa mengenal semboyan tut wuri handayani, namun tidak memahami makna mendalamnya dalam proses pendidikan.
Relevansi Gagasan Ki Hajar Dewantara
Jika kita melihat kondisi pendidikan hari ini, gagasan Ki Hajar justru sangat relevan:
Pendidikan Merdeka Belajar yang dicanangkan pemerintah saat ini sesungguhnya merupakan refleksi dari pemikiran Ki Hajar.
Kesetaraan akses pendidikan menjadi hal penting di era digital, sama seperti yang dulu diperjuangkan beliau lewat Taman Siswa.
Pembentukan karakter bangsa tetap menjadi fondasi utama agar generasi muda tidak hanya cerdas, tetapi juga berbudaya dan berkepribadian.
Penutup
Ki Hajar Dewantara bukan sekadar nama jalan, nama sekolah, atau simbol di Hari Pendidikan Nasional. Ia adalah peletak dasar pendidikan Indonesia yang menekankan kebebasan, kesetaraan, dan kemanusiaan. Jika kita hanya mengenalnya sebatas tokoh sejarah tanpa menghidupkan ajarannya, maka benar adanya: Bapak Pendidikan ini perlahan-lahan mulai terlupakan.
Sudah saatnya kita tidak hanya mengingat, tetapi juga menghidupkan kembali gagasan-gagasannya dalam dunia pendidikan modern. Dengan begitu, perjuangan Ki Hajar Dewantara akan selalu relevan dan memberi arah bagi masa depan bangsa.
Minggu, 14 September 2025
Sebenarnya Belajar Matematika Itu Menyenangkan, Loh!
Fahkrullah I Tama Umar, S.PdI., M.Pd
Banyak orang beranggapan bahwa Matematika adalah pelajaran yang sulit, menakutkan, bahkan membosankan. Tidak sedikit siswa yang merasa tertekan ketika mendengar kata “Matematika”. Padahal, kalau kita mau melihat dari sisi lain, sebenarnya belajar Matematika itu menyenangkan. Mengapa demikian?
1. Matematika Ada di Sekitar Kita
Setiap hari kita berhadapan dengan Matematika, tanpa kita sadari. Saat berbelanja di pasar, kita menghitung uang kembalian. Saat memasak, kita menakar bahan sesuai resep. Bahkan ketika bermain game, kita sering berurusan dengan angka, skor, dan strategi yang penuh logika. Artinya, Matematika bukan sekadar teori di kelas, tetapi bagian dari kehidupan sehari-hari.
2. Melatih Logika dan Kreativitas
Matematika bukan hanya soal hitung-menghitung. Ia mengajarkan cara berpikir runtut, logis, sekaligus kreatif. Saat mencari solusi dari sebuah soal, otak kita belajar menyusun langkah-langkah, mencoba berbagai cara, hingga menemukan jawaban. Proses inilah yang sebenarnya menyenangkan—karena setiap keberhasilan menyelesaikan soal memberikan rasa puas dan bangga tersendiri.
3. Ternyata Bisa Jadi Permainan
Matematika bisa dijadikan permainan yang mengasyikkan. Misalnya, teka-teki angka, puzzle logika, Sudoku, atau permainan hitung cepat. Dengan pendekatan yang tepat, belajar Matematika bisa terasa seperti bermain sambil mengasah otak. Guru dan orang tua dapat mengubah suasana belajar dengan aktivitas interaktif agar anak-anak semakin antusias.
4. Membawa Manfaat untuk Masa Depan
Kita sering bertanya, “Untuk apa sih belajar Matematika?” Jawabannya, Matematika membantu kita menghadapi berbagai bidang kehidupan: teknologi, ekonomi, sains, bahkan seni dan musik. Orang yang terbiasa berpikir matematis biasanya lebih terampil dalam mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan berpikir kritis.
5. Matematika Itu Bahasa Universal
Dimanapun kita berada, angka selalu sama. Dua tambah dua akan selalu empat, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Dengan Matematika, kita bisa berkomunikasi secara universal tanpa batas bahasa. Bukankah itu menyenangkan?
Penutup
Belajar Matematika memang menantang, tetapi bukan berarti menakutkan. Dengan pola pikir yang positif, metode belajar yang kreatif, serta suasana yang menyenangkan, kita bisa menemukan bahwa Matematika sebenarnya penuh dengan keasyikan. Jadi, jangan takut lagi—Matematika itu seru, loh!
Sabtu, 13 September 2025
Statistika Dasar: Ukuran Pemusatan Data (Mean, Median, Modus)
Fahkrullah I Tama Umar, S.PdI., M.Pd
📘 Bahan Ajar
Statistika Dasar: Ukuran Pemusatan Data (Mean, Median, Modus)
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, peserta didik diharapkan mampu:
-
Menjelaskan pengertian ukuran pemusatan data.
-
Menghitung mean, median, dan modus dari sekumpulan data.
-
Membedakan kegunaan masing-masing ukuran pemusatan.
-
Menerapkan ukuran pemusatan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
B. Materi Pembelajaran
1. Pengertian Ukuran Pemusatan Data
Ukuran pemusatan data adalah nilai yang mewakili sekumpulan data sehingga memberikan gambaran umum tentang data tersebut. Tiga ukuran pemusatan yang sering digunakan adalah:
-
Mean (Rata-rata hitung)
-
Median (Nilai tengah)
-
Modus (Nilai yang paling sering muncul)
2. Mean (Rata-rata Hitung)
Rumus:
Keterangan:
-
= mean (rata-rata)
-
= jumlah seluruh data
-
= banyaknya data
Contoh:
Nilai ulangan 5 siswa: 70, 80, 75, 90, 85
👉 Jadi rata-rata nilai adalah 80.
3. Median (Nilai Tengah)
Median adalah nilai yang berada di posisi tengah setelah data diurutkan.
Langkah:
-
Urutkan data dari kecil ke besar.
-
Jika ganjil → median adalah data ke-.
-
Jika genap → median adalah rata-rata data ke- dan ke-.
Contoh:
Data: 5, 7, 8, 10, 12, 15, 20 (jumlah data 7, ganjil)
Median = data ke-4 = 10.
Data: 4, 6, 8, 10, 12, 14 (jumlah data 6, genap)
Median = .
4. Modus (Nilai yang Paling Sering Muncul)
Modus adalah data yang paling sering muncul.
Contoh:
Data: 2, 3, 4, 4, 4, 5, 6, 6
👉 Modus = 4, karena paling sering muncul.
Jika ada dua modus disebut bimodal, jika lebih dari dua disebut multimodal.
C. Perbandingan Mean, Median, Modus
-
Mean: menggambarkan rata-rata, tetapi peka terhadap nilai ekstrem (outlier).
-
Median: tidak terpengaruh nilai ekstrem, cocok untuk data yang menyebar tidak merata.
-
Modus: cocok untuk data kategori (misalnya warna favorit, merek pilihan).
D. Latihan Soal
-
Tentukan mean, median, dan modus dari data berikut:
5, 7, 8, 8, 10, 12, 15 -
Nilai ulangan matematika 10 siswa:
60, 70, 65, 80, 75, 90, 70, 85, 70, 100-
Hitunglah mean, median, dan modusnya.
-
Kuliah Zaman Now: Seberapa Efektif AI di Dunia Perkuliahan?
Fahkrullah I Tama Umar, S.PdI., M.Pd (Dosen & Praktisi Pendidikan) Pernah kebayang nggak kalau tugas kuliah bisa dikoreksi otomatis, ata...
-
Fahkrullah I Tama Umar, S.PdI., M.Pd (Dosen & Praktisi Pendidikan) Matematika selama ini sering dipandang sekadar kumpulan rumus dan ang...
-
Fahkrullah I Tama Umar, S.PdI., M.Pd (Dosen & Praktisi Pendidikan) Pendahuluan Fenomena tawuran pelajar dan kenakalan remaja telah m...
-
Fahkrullah I Tama Umar, S.PdI., M.Pd (Dosen & Praktisi Pendidikan) Fenomena pengangguran terdidik menjadi salah satu ironi terbesar di n...