Sabtu, 13 September 2025

Urgensi Penguatan Nilai Agama dan Minangkabau untuk Meminimalisir "Generasi Tawuran"

 

Fahkrullah I Tama Umar, S.PdI., M.Pd

(Dosen & Praktisi Pendidikan)

Pendahuluan

Fenomena tawuran pelajar dan kenakalan remaja telah menjadi masalah sosial yang mengkhawatirkan di berbagai daerah, termasuk Sumatera Barat. Tawuran tidak hanya menimbulkan kerugian fisik dan psikologis, tetapi juga merusak citra generasi muda sebagai penerus bangsa. Dalam konteks Minangkabau, fenomena ini tentu sangat bertentangan dengan filosofi luhur “Adat basandi syara', syara' basandi Kitabullah” yang menempatkan agama dan adat sebagai landasan kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, penguatan nilai agama dan kearifan lokal Minangkabau menjadi salah satu solusi strategis untuk menekan munculnya generasi tawuran.

Akar Permasalahan

Beberapa faktor yang mendorong terjadinya tawuran di kalangan generasi muda, antara lain:

  1. Krisis moral dan spiritual – lemahnya pemahaman dan pengamalan ajaran agama membuat remaja kehilangan kontrol diri dan arah hidup.

  2. Dekadensi nilai budaya lokal – generasi muda mulai menjauh dari kearifan lokal Minangkabau yang mengajarkan musyawarah, persaudaraan, dan harga diri.

  3. Pengaruh lingkungan negatif – gaya hidup hedonis, pergaulan bebas, serta tontonan kekerasan di media sosial.

  4. Kurangnya peran keluarga dan sekolah – lemahnya pembinaan karakter menyebabkan remaja mencari identitas melalui kelompok sebaya yang tidak sehat.

Urgensi Penguatan Nilai Agama

Agama memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian remaja. Dalam Islam, tawuran jelas dilarang karena bertentangan dengan ajaran kasih sayang, ukhuwah, dan larangan berbuat zalim. Penguatan nilai agama dapat diwujudkan melalui:

  • Pendidikan agama yang aplikatif, tidak hanya teori tetapi juga praktik akhlak.

  • Pemberdayaan masjid dan surau sebagai pusat pembinaan generasi muda.

  • Teladan nyata dari orang tua, guru, dan tokoh agama.

Dengan agama yang kokoh, remaja akan memiliki benteng moral yang mampu menolak ajakan untuk melakukan kekerasan.

Urgensi Penguatan Nilai Minangkabau

Filosofi Minangkabau “Adat basandi syara', syara' basandi Kitabullah” menekankan bahwa adat dan agama adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Nilai-nilai Minangkabau yang relevan untuk menekan budaya tawuran antara lain:

  • Musyawarah mufakat – mendorong penyelesaian masalah tanpa kekerasan.

  • Raso jo pareso – melatih empati dan kepekaan sosial.

  • Sakik samo diraso, barek samo dipikua – menanamkan solidaritas, bukan permusuhan.

  • Randah hati, tinggi budi – mengajarkan sikap rendah hati dan berbudi luhur.

Jika nilai-nilai ini kembali ditanamkan, generasi muda Minangkabau tidak akan mudah terjerumus pada tindakan tawuran, sebab harga diri dan kehormatan lebih ditentukan oleh akhlak, bukan kekuatan fisik.

Sinergi Agama dan Adat

Penguatan nilai agama dan adat tidak bisa berjalan sendiri. Keduanya harus bersinergi melalui:

  • Keluarga sebagai sekolah pertama dalam menanamkan iman dan adat.

  • Sekolah sebagai lembaga formal yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga membentuk karakter.

  • Tokoh masyarakat yang konsisten menjadi teladan dalam adat dan syarak.

  • Pemerintah daerah melalui kebijakan yang mendukung pembinaan generasi muda berbasis agama dan budaya.

Kesimpulan

Generasi tawuran adalah cerminan lemahnya pegangan nilai agama dan budaya lokal. Untuk menekan fenomena ini, urgensi penguatan nilai agama dan Minangkabau tidak dapat ditawar lagi. Dengan menjadikan agama sebagai benteng moral dan adat Minangkabau sebagai pedoman sosial, remaja dapat tumbuh sebagai generasi yang berakhlak mulia, berbudaya, dan siap menjadi pemimpin masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kuliah Zaman Now: Seberapa Efektif AI di Dunia Perkuliahan?

Fahkrullah I Tama Umar, S.PdI., M.Pd (Dosen & Praktisi Pendidikan) Pernah kebayang nggak kalau tugas kuliah bisa dikoreksi otomatis, ata...