Selasa, 23 September 2025

Tukeran Gaji Penjabat dan Guru Tiap 4 Bulan: Sebuah Gagasan untuk Menguji Rasa Keadilan

Gaji sering menjadi cermin penghargaan negara terhadap profesi tertentu. Di Indonesia, realitas yang sering kita saksikan adalah adanya jurang yang lebar antara gaji seorang pejabat dengan gaji seorang guru. Padahal, jika ditelisik dari sisi kontribusi, guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang mencetak generasi, sedangkan pejabat adalah pelayan publik yang diberi mandat untuk mengelola jalannya pemerintahan. Namun, nyatanya penghargaan finansial kepada guru seringkali jauh dari layak, sementara pejabat mendapat fasilitas melimpah.

Maka, gagasan menarik: bagaimana jika gaji pejabat dan guru ditukar setiap empat bulan sekali? Gagasan ini memang terdengar satir, tetapi justru bisa menjadi bahan refleksi yang serius.

Argumen Mendukung Gagasan

1. Menguji Empati Pejabat

Dengan merasakan langsung hidup dengan gaji guru, pejabat akan benar-benar memahami bagaimana beratnya seorang pendidik mengatur keuangan. Dari cicilan rumah, biaya pendidikan anak, hingga kebutuhan sehari-hari yang sering kali jauh dari cukup. Empati tidak bisa lahir hanya dari pidato, tetapi dari pengalaman nyata.

2. Menghargai Peran Guru

Jika pejabat merasakan bahwa gaji guru tidak layak untuk menutup kebutuhan dasar, mereka akan terdorong untuk memperjuangkan kebijakan peningkatan kesejahteraan guru. Tukar gaji ini bukan hanya simbol, tetapi juga strategi menyadarkan bahwa pendidikan membutuhkan dukungan serius, bukan sekadar retorika.

3. Menekan Kesenjangan Sosial

Jurang antara gaji pejabat dan guru adalah gambaran kesenjangan sosial di masyarakat. Dengan sistem tukar, kesenjangan itu setidaknya diuji dan dipertanyakan kembali. Rakyat akan melihat bahwa pejabat juga “turun” merasakan realitas rakyat kecil, bukan hanya hidup dalam kenyamanan fasilitas negara.

Argumen Menolak Gagasan

1. Aspek Praktis dan Hukum

Secara administratif, gaji diatur oleh undang-undang dan peraturan pemerintah. Tukar-menukar gaji lintas profesi akan sulit diterapkan tanpa melanggar aturan hukum yang berlaku.

2. Efisiensi dan Profesionalitas

Gaji tinggi bagi pejabat sering dijustifikasi sebagai insentif agar mereka tidak tergoda korupsi. Jika gaji mereka dipangkas terlalu drastis, dikhawatirkan akan mengganggu integritas dan profesionalitas kerja. Meskipun argumen ini bisa diperdebatkan, tetapi tetap menjadi pertimbangan.

3. Potensi Populisme

Gagasan ini bisa saja hanya menjadi wacana populis tanpa solusi nyata. Yang dibutuhkan bukanlah sekadar menukar gaji, tetapi memperjuangkan kenaikan gaji guru secara berkelanjutan dengan basis kebijakan yang jelas.

Kesimpulan

Tukar gaji pejabat dan guru tiap empat bulan mungkin sulit direalisasikan secara teknis, namun gagasan ini mengandung nilai moral yang kuat: keadilan sosial. Ia mengajak kita berpikir ulang tentang bagaimana negara menghargai profesi guru yang sesungguhnya menjadi pondasi peradaban. Jika tukar gaji dianggap utopis, setidaknya ia bisa menjadi tamparan moral agar pemerintah lebih serius memperjuangkan kesejahteraan guru.

Karena sejatinya, bangsa ini tidak akan maju jika guru hanya dihargai dengan pujian, sementara pejabat terus bergelimang fasilitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kuliah Zaman Now: Seberapa Efektif AI di Dunia Perkuliahan?

Fahkrullah I Tama Umar, S.PdI., M.Pd (Dosen & Praktisi Pendidikan) Pernah kebayang nggak kalau tugas kuliah bisa dikoreksi otomatis, ata...